Tampilkan postingan dengan label Brunei darussalam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Brunei darussalam. Tampilkan semua postingan

Jumat, 24 April 2015

Brunei Here i am


Masjid Omar Ai Brunei Darussaam
Sebagai orang yang lahir dan di besarkan di daerah perantuan, sudah sewajarnya saya tidak perlu merasa secemas ini hidup untuk pertama kalinya di Negri orang. Baru beberapa jam saja di Brunei, hati saya diliputi beragam kecemasan di tambah lagi saya belum bisa berbicara dengan orang tua saya yang ada jauh di Timur Indonesia tepatnya di Timika.


Disaat-saat seperti inilah ternyata saya bisah berfikir, tentang bagaimana ayah saya yang dengan usia sangat mudah, sudah harus pergi merantau ke Timika. Bagaimana dulu perasaan ayah saya ketika dia harus pergi meninggalkan kampungnya tampa ada arah yang jelas juga, apakah dia bisa lebih baik atau malah jauh tambah buruk lagi. Apalagi tahun 70 an dulu. Pasti jarak antara sulawesi dan irian ( kala itu disebut) terasa begitu jauh dan asing ditelinga kita. Ibu saya pernah bercerita tentang ayah saya yang di jual sebagai buruh tebang kayu di pedalaman hutan sorong.tapi karena beliau tidak kuat lagi hidup di hutan, makanya beliau cari cara agar bisa di bawah ke kota sorong. Akhirnya beliau memilih makan sabun supaya perutnya bisa diare dan beliau bisa di bawah berobat ke kota sorong. Di sorong selepas keluar jadi tukang kayu, hidup beliau tidak berubah menjadi lebih baik lagi. Beliau melakukan beragam pekerjaan mulai dari ojek, kerja jadi buruh di orang dan sebagainya. Tinggalnya juga hanya menumpang sana sini.

Memang sih saya belum satu hari apalagi tiga hari ada di brunei. Karena biasanya saya adalah tipe orang yang sangat cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Saya sering mengatakan bahwa, saya hanya butuh waktu tiga hari untuk bisa menyesuaikan diri dan merasa nyaman dengan koto tsb. Saya berharap hal ini bisa juga saya terapkan untuk saat ini amin..

Harusnya saya juga sadar masa ayah saya aja yang dulu usia merantaunya jauh lebih mudah dari saya dengan arah dan apa yang ingin di capai di tanah perantuan belum jelas, beliau bisa survive dengan baik. Kenapa saya yang mulai dari pekerjaan hingga tempat tinggal sudah jelas. Bahkan, sebelum saya sampai di brunei saya sudah tauh kapan waktu saya pulang untuk cuti. Lagian kalau saya kerja di Brunei, saya akan lebih sering bisa pulang ke Timika di bandingkan kalau saya kerja di Makassar. Secara sebagai Pekerja Profesional katanya kita berhak untuk mendapa cuti paling cepat 3 bulan sekali. Bukanya dari awal saya sudah mendambakan saat-saat seperti ini.

Saya berharap apa yang saya rasakan saat ini hanya sebuah perasaan baru saja, untuk harus menyusaikan diri dengan lingkungan baru. Besar harapan saya untuk bisa survive dan menjadi langkah awal saya untuk bisa meraih kesuksesan di kemudian hari. Saya ingat sekali, urusan saya hingga waktu keberangkatan bisa diperlancar dengan sangat mulus karena banyak doa yang ada di belakang saya. doa ibu dan ayah, doa suadara, doa sahabat, doa teman, doa teman pengajiannya ibu, doa nenek, doa tetangga, doa petugas BNP3TKI, doa ibu-ibu yang baru saya kenal di bandara, doa peminta sumbangan dan semuanya. Semoga Allah selalu melapangkan dan memperlancar jalan saya menuju apa yang betul betul saya harap dan impikan amin.

Brunei Darussalam, 
27 Januari 2015 .
Jam 17.06