|
Masjid Omar Ai Brunei Darussaam |
Sebagai orang yang lahir dan di besarkan di daerah perantuan, sudah sewajarnya saya
tidak perlu merasa secemas ini hidup untuk pertama kalinya di Negri orang. Baru
beberapa jam saja di Brunei, hati saya diliputi beragam kecemasan di tambah
lagi saya belum bisa berbicara dengan orang tua saya yang ada jauh di Timur
Indonesia tepatnya di Timika.
Disaat-saat
seperti inilah ternyata saya bisah berfikir, tentang bagaimana ayah saya yang
dengan usia sangat mudah, sudah harus pergi merantau ke Timika. Bagaimana dulu
perasaan ayah saya ketika dia harus pergi meninggalkan kampungnya tampa ada
arah yang jelas juga, apakah dia bisa lebih baik atau malah jauh tambah buruk
lagi. Apalagi tahun 70 an dulu. Pasti jarak antara sulawesi dan irian ( kala
itu disebut) terasa begitu jauh dan asing ditelinga kita. Ibu saya pernah
bercerita tentang ayah saya yang di jual sebagai buruh tebang kayu di pedalaman
hutan sorong.tapi karena beliau tidak kuat lagi hidup di hutan, makanya beliau
cari cara agar bisa di bawah ke kota sorong. Akhirnya beliau memilih makan
sabun supaya perutnya bisa diare dan beliau bisa di bawah berobat ke kota
sorong. Di sorong selepas keluar jadi tukang kayu, hidup beliau tidak berubah
menjadi lebih baik lagi. Beliau melakukan beragam pekerjaan mulai dari ojek,
kerja jadi buruh di orang dan sebagainya. Tinggalnya juga hanya menumpang sana
sini.
Memang
sih saya belum satu hari apalagi tiga hari ada di brunei. Karena biasanya saya
adalah tipe orang yang sangat cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Saya
sering mengatakan bahwa, saya hanya butuh waktu tiga hari untuk bisa
menyesuaikan diri dan merasa nyaman dengan koto tsb. Saya berharap hal ini bisa
juga saya terapkan untuk saat ini amin..
Harusnya
saya juga sadar masa ayah saya aja yang dulu usia merantaunya jauh lebih mudah
dari saya dengan arah dan apa yang ingin di capai di tanah perantuan belum
jelas, beliau bisa survive dengan baik. Kenapa saya yang mulai dari pekerjaan
hingga tempat tinggal sudah jelas. Bahkan, sebelum saya sampai di brunei saya
sudah tauh kapan waktu saya pulang untuk cuti. Lagian kalau saya kerja di
Brunei, saya akan lebih sering bisa pulang ke Timika di bandingkan kalau saya
kerja di Makassar. Secara sebagai Pekerja Profesional katanya kita berhak untuk
mendapa cuti paling cepat 3 bulan sekali. Bukanya dari awal saya sudah
mendambakan saat-saat seperti ini.
Saya
berharap apa yang saya rasakan saat ini hanya sebuah perasaan baru saja, untuk
harus menyusaikan diri dengan lingkungan baru. Besar harapan saya untuk bisa survive
dan menjadi langkah awal saya untuk bisa meraih kesuksesan di kemudian hari.
Saya ingat sekali, urusan saya hingga waktu keberangkatan bisa diperlancar
dengan sangat mulus karena banyak doa yang ada di belakang saya. doa ibu dan
ayah, doa suadara, doa sahabat, doa teman, doa teman pengajiannya ibu, doa
nenek, doa tetangga, doa petugas BNP3TKI, doa ibu-ibu yang baru saya kenal di
bandara, doa peminta sumbangan dan semuanya. Semoga Allah selalu melapangkan
dan memperlancar jalan saya menuju apa yang betul betul saya harap dan impikan
amin.
Brunei
Darussalam,
27 Januari 2015 .
Jam
17.06